Di sini lebih menekankan kepada ruang terbuka di tengah. Ruang terbuka ini terbuka sampai ke atas. Tidak ada penutup atap. Untuk menciptakan sirkulasi udara yang baik lagi, saya mengadakan taman belakang. Ukurannya tidak besar, tapi cukup untuk sirkulasi udara. Di lantai 1 ini cuma ada 1 kamar tidur besar (kamar mandi di dalam). Dan 3 kamar tidur lainnya ada di lantai 2. Dapur juga dibedakan antara dapur kotor dan dapur bersih. Di lantai 2 juga dibuat ruang belajar yang menyatu dengan ruang bersama (rg. Keluarga). Ruangan ini mempunyai pemandangan ke arah taman tengah.
Friday, August 27, 2010
Wednesday, August 25, 2010
ARTIST IMPRESSION
Kali ini saya menerima kerjaan untuk membuat gambar artist immression dari rumah tinggal. Desain tampak sudah ada. Saya hanya mengerjakan gambar perspektifnya. Bentuk rumahnya sama semua. Ada enam unit bangunan. Terkesan agak monoton. Untuk member suasana lain saya mencoba memberi warna yang berbeda di setiap pagarnya. Warna yang dipilih adalah warna-warna dalam satu turunan. Sehingga tidak ada yang kontras terhadap yang lain. Selain tampak depan, tampak belakangpun ikut dibuatkan gambar perspektifnya.
Thursday, July 22, 2010
G U D A N G
Bingung dan sayang....
Itu kata yang ada di benak saya ketika membereskan barang-barang di rumah. Saya mesti mulai dari mana? Barang-barang menumpuk di salah satu pojok ruang tidur. Mau dipindahkan, tetapi tidak tahu kemana dan kalau mau dibuang rasanya agak sayang. Dilema.
Ada sekitar 5 kardus berukuran 2 kali kardus indomie yang tertumpuk di pojok itu. Kebanyakkan berisi kertas dan buku-buku. Saya mulai memilah-milah barang. Sebagian saya buang, ada yang disumbangkan ke tukang loak dan sebagian lagi mesti saya simpan, berjaga-jaga kalau suatu saat diperlukan. Kertas yang mesti disimpan ini terpaksa dimasukkan lagi ke dalam kotak dan disusun ditempat yang sama. Cuma sekarang lebih rapi dan volumenya mengecil. Tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Masalah yang utama adalah kehadiran kotak-kotak itu sendiri. Ruangan terlihat tidak rapi dan banyak menyimpan debu.
Rumah saya memang tidak punya gudang. Itulah yang saya sayangkan. Padahal rumah itu saya desain sendiri. Akibatnya saya mesti meletakkan barang-barang di rak atau lemari yang dibeli belakangan. Saya memang mempunyai lemari besi yang terbuka, ukuran 1.2x2 m dengan kedalaman 40cm. Saya memilih lemari besi dengan alasan besi lebih kuat menanggung beban dibandingkan dengan kayu. Sebagian barang sudah saya letakkan di sana dalam bentuk kardus. Bahkan sekarang juga sudah penuh.
Saya sering memasukkan sesuatu ke dalam kardus dulu sebelum meletakkan di atas rak supaya tidak berdebu. Karena harus dimasukkan ke dalam kardus, maka barang-barang tersebut terbatas hanya barang-barang yang kecil. Barang yang besar seperti tas travel dan koper hanya diletakkan di atas lemari. Jeleknya, saya sendiri sering lupa barang apa saja yang ada di dalam kardus tersebut.
Kadang saya berpikiran, alangkah enaknya kalau punya gudang. Barang-barang yang jarang digunakan dapat disusun dan disimpan di dalam gudang. Gudang ini juga dilengkapi dengan rak-rak susun. Di gudang inilah disimpan barang-barang yang untuk saat ini belum dibutuhkan, tetapi suatu waktu sangat berguna (misalnya asesoris natal dan tahun baru). Walaupun namanya gudang, tetapi juga mesti terlihat rapi.
Gudang yang saya maksudkan di sini adalah ruang yang benar-benar dapat digunakan sebagai ruang penyimpanan barang-barang. Ada sinar dan sirkulasi udara yang alami. Udara di dalam ruangan tidak pengab. Dimensi gudang sama baiknya dengan dimensi ruang yang lainnya. Tidak ada plafon dan dinding yang miring. Semua sisi efektif digunakan.
Kehadiran gudang membuat rumah terlihat tidak berantakan lagi. Gudang sama pentingnya dengan ruang keluarga dan ruang tidur. Agak menyedihkan kalau penciptaan gudang terjadi dari lahan yang ‘sisa’ atau terjadi secara tidak sengaja atau juga ukurannya yang seadanya. Yang paling sering terjadi adalah ruang di bawah tangga. Dengan bentuknya yang miring agak susah menjadikan ruang bawah tangga ini sebagai ruangan yang utuh. Dari pada bingung, akhirnya orang menjadikannya sebagai gudang. Tapi tanggung, hanya untuk penyimpanan barang-barang yang kecil saja.
Kalau kita perhatikan rumah yang disiapkan oleh pengembang (developer) jarang yang dilengkapi dengan gudang. Alasannya, dengan adanya gudang berarti ada penambahan luas lahan. Penambahan lahan erat hubungannya dengan harga. Untuk rumah kecil dan menengah harga sangat berpengaruh dalam penjualan. Gudang diasumsi akan dibangun sendiri oleh pemiliknya. Tetapi kenyataannya tidak banyak pemilik yang membuat gudang. Sebagai pengganti gudang dibuat rak atau lemari kayu. Bentuknya banyak yang besar-besar, solid dan tertutup. Kesan berat cukup mendominasi. Rumah terkesan jadi penuh dengan perabotan. Rumah kecil kalau diisi dengan perabotan yang besar akan terlihat lebih sempit.
Lokasi gudang biasanya terletak di zona service. Berdekatan dengan garasi, dapur kotor dan ruang pembantu. Ada juga yang meletakkan gudang di attick. Attick adalah ruang di bawah atap. Untuk daerah tropis seperti Jakarta, ruang attick ini sangat panas.
Berapa besar gudang pada umumnya? Jawabannya sangat relatif. Kalau kita menginginkan tampilan ruang keluarga atau ruang tidur selalu bersih dan tidak banyak terlihat barang, maka semakin besar gudang yang diperlukan. Gudang ini ibaratnya bank data. Semakin banyak data yang dimasukkan maka semakin besar pula ruang yang diperlulan.
Bagi yang ingin membangun rumah dari awal saya ingatkan jangan lupa memasukkan gudang ke dalam perancangan rumah. Walaupun terlihat sepele, tetapi manfaatnya terasa besar.
Itu kata yang ada di benak saya ketika membereskan barang-barang di rumah. Saya mesti mulai dari mana? Barang-barang menumpuk di salah satu pojok ruang tidur. Mau dipindahkan, tetapi tidak tahu kemana dan kalau mau dibuang rasanya agak sayang. Dilema.
Ada sekitar 5 kardus berukuran 2 kali kardus indomie yang tertumpuk di pojok itu. Kebanyakkan berisi kertas dan buku-buku. Saya mulai memilah-milah barang. Sebagian saya buang, ada yang disumbangkan ke tukang loak dan sebagian lagi mesti saya simpan, berjaga-jaga kalau suatu saat diperlukan. Kertas yang mesti disimpan ini terpaksa dimasukkan lagi ke dalam kotak dan disusun ditempat yang sama. Cuma sekarang lebih rapi dan volumenya mengecil. Tetapi itu tidak menyelesaikan masalah. Masalah yang utama adalah kehadiran kotak-kotak itu sendiri. Ruangan terlihat tidak rapi dan banyak menyimpan debu.
Rumah saya memang tidak punya gudang. Itulah yang saya sayangkan. Padahal rumah itu saya desain sendiri. Akibatnya saya mesti meletakkan barang-barang di rak atau lemari yang dibeli belakangan. Saya memang mempunyai lemari besi yang terbuka, ukuran 1.2x2 m dengan kedalaman 40cm. Saya memilih lemari besi dengan alasan besi lebih kuat menanggung beban dibandingkan dengan kayu. Sebagian barang sudah saya letakkan di sana dalam bentuk kardus. Bahkan sekarang juga sudah penuh.
Saya sering memasukkan sesuatu ke dalam kardus dulu sebelum meletakkan di atas rak supaya tidak berdebu. Karena harus dimasukkan ke dalam kardus, maka barang-barang tersebut terbatas hanya barang-barang yang kecil. Barang yang besar seperti tas travel dan koper hanya diletakkan di atas lemari. Jeleknya, saya sendiri sering lupa barang apa saja yang ada di dalam kardus tersebut.
Kadang saya berpikiran, alangkah enaknya kalau punya gudang. Barang-barang yang jarang digunakan dapat disusun dan disimpan di dalam gudang. Gudang ini juga dilengkapi dengan rak-rak susun. Di gudang inilah disimpan barang-barang yang untuk saat ini belum dibutuhkan, tetapi suatu waktu sangat berguna (misalnya asesoris natal dan tahun baru). Walaupun namanya gudang, tetapi juga mesti terlihat rapi.
Gudang yang saya maksudkan di sini adalah ruang yang benar-benar dapat digunakan sebagai ruang penyimpanan barang-barang. Ada sinar dan sirkulasi udara yang alami. Udara di dalam ruangan tidak pengab. Dimensi gudang sama baiknya dengan dimensi ruang yang lainnya. Tidak ada plafon dan dinding yang miring. Semua sisi efektif digunakan.
Kehadiran gudang membuat rumah terlihat tidak berantakan lagi. Gudang sama pentingnya dengan ruang keluarga dan ruang tidur. Agak menyedihkan kalau penciptaan gudang terjadi dari lahan yang ‘sisa’ atau terjadi secara tidak sengaja atau juga ukurannya yang seadanya. Yang paling sering terjadi adalah ruang di bawah tangga. Dengan bentuknya yang miring agak susah menjadikan ruang bawah tangga ini sebagai ruangan yang utuh. Dari pada bingung, akhirnya orang menjadikannya sebagai gudang. Tapi tanggung, hanya untuk penyimpanan barang-barang yang kecil saja.
Kalau kita perhatikan rumah yang disiapkan oleh pengembang (developer) jarang yang dilengkapi dengan gudang. Alasannya, dengan adanya gudang berarti ada penambahan luas lahan. Penambahan lahan erat hubungannya dengan harga. Untuk rumah kecil dan menengah harga sangat berpengaruh dalam penjualan. Gudang diasumsi akan dibangun sendiri oleh pemiliknya. Tetapi kenyataannya tidak banyak pemilik yang membuat gudang. Sebagai pengganti gudang dibuat rak atau lemari kayu. Bentuknya banyak yang besar-besar, solid dan tertutup. Kesan berat cukup mendominasi. Rumah terkesan jadi penuh dengan perabotan. Rumah kecil kalau diisi dengan perabotan yang besar akan terlihat lebih sempit.
Lokasi gudang biasanya terletak di zona service. Berdekatan dengan garasi, dapur kotor dan ruang pembantu. Ada juga yang meletakkan gudang di attick. Attick adalah ruang di bawah atap. Untuk daerah tropis seperti Jakarta, ruang attick ini sangat panas.
Berapa besar gudang pada umumnya? Jawabannya sangat relatif. Kalau kita menginginkan tampilan ruang keluarga atau ruang tidur selalu bersih dan tidak banyak terlihat barang, maka semakin besar gudang yang diperlukan. Gudang ini ibaratnya bank data. Semakin banyak data yang dimasukkan maka semakin besar pula ruang yang diperlulan.
Bagi yang ingin membangun rumah dari awal saya ingatkan jangan lupa memasukkan gudang ke dalam perancangan rumah. Walaupun terlihat sepele, tetapi manfaatnya terasa besar.
Wednesday, June 30, 2010
INDUSTRI
Saat sekarang rumah sudah mulai bersolek ke arah ‘minimalis’. Mulai banyak orang menyenangi bentuk-bentuk yang simpel dan warna abu-abu. Ternyata keadaan ini ‘ditangkap’ oleh pihak developer yang juga menawarkan bangunan industri.
Bangunan industri yang tadinya lebih mengutamakan fungsi dibandingkan dengan estetika, juga mulai menyesuaikan diri. Fasade bangunan dibuat juga bergaya minimalis. Semua ini dilakukan untuk mengejar konsumen. Kadang-kadang bentuk fasade ini dibuat terlalu jauh sehingga membuat kabur tipologi bangunan industri itu sendiri. Banguan industri kadang mirip ruko atau rumah tinggal ketimbang industri.
Biasanya kalau kita berbicara tentang kawasan industri, yang ada di benak kita adalah kawasan yang kumuh dan berantakan. Banyak cerobong-cerobong asap yang tinggi dan dekil. Kabar baiknya : itu DULU. Sekarang kawasan industri lebih banyak memperhatikan lingkungan yang hijau. Unsur hijau menjadi gimmick dalam penjualan industri.
Desain rumah tinggal berbeda dengan bangunan industri. Bangunan industri adalah bangunan dengan bentang lebar. Dengan lebar 30 m, tidak ada kolom yang berdiri di tengah-tengah bangunan. Struktur atapnya juga struktur yang ringan. Struktur baja.
KOTA DELTAMAS.
Deltamas adalah kawasan yang berskala kota di Cikarang, Bekasi. Terletak di KM. 37 dan mempunyai akses langsung dari tol. Keluar dari pintu tol Cikarang Timur. Selain menawarkan rumah tinggal (residential) dan area komersial (commercial), Deltamas juga menawarkan area industri. Luasan kawasan industri lebih dari 1000 Ha.
Kota Deltamas mengusung konsep eco-industri yang ramah lingkungan. Pabrik-pabrik yang mempunyai potensial menghasilkan limbah berat dialokasikan ke tempat yang berjauhan dari kawasan perumahan. Dan ada ketentuan sebelum pembuangan ke riol kota, limbahnya mesti sudah aman terlebih dahulu.
Standard Factory Building (SFB) adalah bangunan industri yang dibuat standar. Ukuran kavlingnya bervariatif mulai dari 600 – 2400 m2. Dan ada beberapa tipe. Kali ini saya mempunyai kesempatan untuk mendesain fasade bangunan industri.
Bangunan industri yang tadinya lebih mengutamakan fungsi dibandingkan dengan estetika, juga mulai menyesuaikan diri. Fasade bangunan dibuat juga bergaya minimalis. Semua ini dilakukan untuk mengejar konsumen. Kadang-kadang bentuk fasade ini dibuat terlalu jauh sehingga membuat kabur tipologi bangunan industri itu sendiri. Banguan industri kadang mirip ruko atau rumah tinggal ketimbang industri.
Biasanya kalau kita berbicara tentang kawasan industri, yang ada di benak kita adalah kawasan yang kumuh dan berantakan. Banyak cerobong-cerobong asap yang tinggi dan dekil. Kabar baiknya : itu DULU. Sekarang kawasan industri lebih banyak memperhatikan lingkungan yang hijau. Unsur hijau menjadi gimmick dalam penjualan industri.
Desain rumah tinggal berbeda dengan bangunan industri. Bangunan industri adalah bangunan dengan bentang lebar. Dengan lebar 30 m, tidak ada kolom yang berdiri di tengah-tengah bangunan. Struktur atapnya juga struktur yang ringan. Struktur baja.
KOTA DELTAMAS.
Deltamas adalah kawasan yang berskala kota di Cikarang, Bekasi. Terletak di KM. 37 dan mempunyai akses langsung dari tol. Keluar dari pintu tol Cikarang Timur. Selain menawarkan rumah tinggal (residential) dan area komersial (commercial), Deltamas juga menawarkan area industri. Luasan kawasan industri lebih dari 1000 Ha.
Kota Deltamas mengusung konsep eco-industri yang ramah lingkungan. Pabrik-pabrik yang mempunyai potensial menghasilkan limbah berat dialokasikan ke tempat yang berjauhan dari kawasan perumahan. Dan ada ketentuan sebelum pembuangan ke riol kota, limbahnya mesti sudah aman terlebih dahulu.
Standard Factory Building (SFB) adalah bangunan industri yang dibuat standar. Ukuran kavlingnya bervariatif mulai dari 600 – 2400 m2. Dan ada beberapa tipe. Kali ini saya mempunyai kesempatan untuk mendesain fasade bangunan industri.
Wednesday, June 2, 2010
QUESTION & ANSWER
Ini adalah pertanyaan yang saya dapatkan dari forum.ideaonline.co.id. Pertanyaannya begini:
QUESTION
Saya berencana membangun rumah dengan luas tanah 12 x 25 m (12 adalah merupakan lebar tanah yang menghadap ketimur/Jalan besar (lebar jalan 15 m) dalam komplek dan diseberang jalan adalah kolam dan taman yang agak luas jadi viewnya sangat terbuka.
Bangunan rencananya 2 lantai.
Untuk ruangan yang saya butuhkan adalah:
Lantai 1
1. Teras depan dan belakang berikut taman
2. Ruang tamu
3. Ruang keluarga
4. Ruang makan (menyatu dengan ruang keluarga)
5. Kamar tidur utama + kamar mandi
6. Dapur basah
7. Tempat cuci
8. Meja bar sekaligus dapur kering
9. Garasi buat 1 mobil tambah gudang kecil
10. Carport untuk 2 mobil
11. Tempat jemur
12. Gazebo diluar rumah (dekat kolam renang)
13. Kolam renang kecil
Lantai2
1. 4 Kamar Anak (min 3 x 4) masing2 kamar mandi dalam
2. Kamar pembantu berikut kamar mandinya
3. Ruang keluarga + mushola
4. Balkon/Teras depan
5. Balkon/Teras belakang
Sebagai informasi, sisi kiri rumah ada dinding rumah sebelah, sedangkan sisi kanan (kalo dilihat dari jalan) ada saluran air selebar +/- 2 meter. Saya ingin cahaya dan udara yang cukup bagus. Tanah perumahan saya tersebut agak tinggi dari jalan sekitar 1 meter dan saya ingin memanfaatkan kontur ini sebagai nilai positif walau area saya alhamdulillah bukan daerah banjir.
ANSWER
Saya mencoba untuk membuat sketsa desainnya secara cepat.
Karena ada perbedaan ketinggian dengan jalan raya setinggi 1m, maka saya membagi denahnya menjadi 2 bagian. Bagian pertama yang sejajar dengan jalan dan bagian kedua ditinggikan 1 meter dari jalan.
Bagian pertama saya sebut lantai satu. Di situ diletakkan garasi, dapur kotor dan kamar tidur pembantu. Sedangkan bagian 2 saya sebut lantai 1.5 karena ketinggiannya hanya 1 meter dari jalan.
Di samping pintu masuk ada kolam kecil dengan kedalaman hanya 30 cm dan ditanami dengan teratai ungu. Masuk ke dalam ruangan, agak terkesan ‘plong’. Ruang duduk dan ruang makan seolah-olah menyatu. Plafon ruangan juga tinggi sekitar 4.5 meter. Bagian tengah dan samping ada taman kering untuk memasukkan cahaya dan sirkulasi udara. Pintu bagian belakang dibuat besar-besar menghadap ke kolam renang.
Di sisi kiri yang bagian bawahnya garasi, ditempatkan kamar tidur. Masing-masing kamar tidur ada kamar mandi dan wc sendiri.
Naik lagi satu tingkat ada lantai 2. di lantai ini praktis hanya ada kamar tidur anak. Sama seperti lantai di bawahnya, setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi dan wc.
QUESTION
Saya berencana membangun rumah dengan luas tanah 12 x 25 m (12 adalah merupakan lebar tanah yang menghadap ketimur/Jalan besar (lebar jalan 15 m) dalam komplek dan diseberang jalan adalah kolam dan taman yang agak luas jadi viewnya sangat terbuka.
Bangunan rencananya 2 lantai.
Untuk ruangan yang saya butuhkan adalah:
Lantai 1
1. Teras depan dan belakang berikut taman
2. Ruang tamu
3. Ruang keluarga
4. Ruang makan (menyatu dengan ruang keluarga)
5. Kamar tidur utama + kamar mandi
6. Dapur basah
7. Tempat cuci
8. Meja bar sekaligus dapur kering
9. Garasi buat 1 mobil tambah gudang kecil
10. Carport untuk 2 mobil
11. Tempat jemur
12. Gazebo diluar rumah (dekat kolam renang)
13. Kolam renang kecil
Lantai2
1. 4 Kamar Anak (min 3 x 4) masing2 kamar mandi dalam
2. Kamar pembantu berikut kamar mandinya
3. Ruang keluarga + mushola
4. Balkon/Teras depan
5. Balkon/Teras belakang
Sebagai informasi, sisi kiri rumah ada dinding rumah sebelah, sedangkan sisi kanan (kalo dilihat dari jalan) ada saluran air selebar +/- 2 meter. Saya ingin cahaya dan udara yang cukup bagus. Tanah perumahan saya tersebut agak tinggi dari jalan sekitar 1 meter dan saya ingin memanfaatkan kontur ini sebagai nilai positif walau area saya alhamdulillah bukan daerah banjir.
ANSWER
Saya mencoba untuk membuat sketsa desainnya secara cepat.
Karena ada perbedaan ketinggian dengan jalan raya setinggi 1m, maka saya membagi denahnya menjadi 2 bagian. Bagian pertama yang sejajar dengan jalan dan bagian kedua ditinggikan 1 meter dari jalan.
Bagian pertama saya sebut lantai satu. Di situ diletakkan garasi, dapur kotor dan kamar tidur pembantu. Sedangkan bagian 2 saya sebut lantai 1.5 karena ketinggiannya hanya 1 meter dari jalan.
Di samping pintu masuk ada kolam kecil dengan kedalaman hanya 30 cm dan ditanami dengan teratai ungu. Masuk ke dalam ruangan, agak terkesan ‘plong’. Ruang duduk dan ruang makan seolah-olah menyatu. Plafon ruangan juga tinggi sekitar 4.5 meter. Bagian tengah dan samping ada taman kering untuk memasukkan cahaya dan sirkulasi udara. Pintu bagian belakang dibuat besar-besar menghadap ke kolam renang.
Di sisi kiri yang bagian bawahnya garasi, ditempatkan kamar tidur. Masing-masing kamar tidur ada kamar mandi dan wc sendiri.
Naik lagi satu tingkat ada lantai 2. di lantai ini praktis hanya ada kamar tidur anak. Sama seperti lantai di bawahnya, setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi dan wc.
Tuesday, June 1, 2010
RUMAH TINGGAL
Kesan yang ingin ditampilkan oleh pemiliknya ketika memasuki rumah ini adalah luas dan lapang. Di bagian belakang ada kolam renang. Tidak ada pembatas antara taman belakang dengan ruang dalam. Seolah-olah taman belakang adalah perpanjangan dari ruang keluarga. Bahkan ruang makan juga berdampingan dan menghadap ke kolam renang. Juga tidak ada pembatas yang jelas.
Tampak bangunan juga tidak ingin terlihat ‘norak’ terhadap lingkungan sekitarnya. Lebih banyak menggunakan material batu alam dan kombinasi warna abu-abu dan putih.
Tampak bangunan juga tidak ingin terlihat ‘norak’ terhadap lingkungan sekitarnya. Lebih banyak menggunakan material batu alam dan kombinasi warna abu-abu dan putih.
Monday, May 24, 2010
Ayah pergi dulu...
Hari masih gelap. Jam menunjukkan pukul 5.30 tapi Mohammad Arief sudah melangkah keluar rumah. Dia tidak sempat berpamitan dengan Rizki, anaknya, karena masih tidur. Rizki baru berumur 5 tahun. Tidak tega Arief membangunkannya. Dia cukup senang melihat anaknya tertidur pulas. Hanya dalam hati saja Arief berpamitan.
Tempat kerja Arief di Kota Deltamas, Cikarang sementara rumahnya di Cirendeu. 120 km kalau dihitung bolak balik. Itu jarak yang dia tempuh setiap hari dengan bus. Dari satu bus ke bus yang lain. Cukup melelahkan. Tapi Arief menjalankannya dengan ikhlas.
"Kalau gue pikirin, ntar jadi beban.”
“Kenapa tidak tinggal di Cikarang saja, biar dekat dengan tempat kerja?"
"Rumah gue mau dikemanain?,
“Ya, udahlah. Mau gimana lagi”.
Rutinitas ini sudah dijalaninya selama 5 tahun. Sebelumnya dia pernah bekerja di groupnya Lippo Karawaci. Dia bekerja sebagai arsitek landscape yang bertanggung jawab terhadap desain taman dan perkembangan pohon-pohon yang ditanam. Penampilannya sederhana dengan tas kecil yang melintang di badannya. Dan kadang-kadang di sela jarinya menempel rokok marlboro. Badannya tinggi dan kurus. Umurnya baru 39 tahun tetapi rambut bagian depan sudah banyak yang rontok. Sekalian saja dia mencukur habis rambutnya. Kepalanya terlihat mengkilat. “Silau”, begitu orang selalu menggodanya. Perawakannya jauh dari seorang arsitek landscape. Tidak banyak yang menyangka kalau dia penyayang tanaman. Taman indah yang ada di Kota Deltamas didesain olehnya. Tapi ironisnya, tamannya rumahnya sendiri hanya ditanami rumput gajah dan satu pohon angsana.
Dia cukup beruntung karena Rita, sang istri, bersedia bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ada perasan tenang ketika meninggalkan rumah ketika melihat isterinya menemani si kecil. Rita mengurus rumah tangga tanpa pembantu termasuk mengantar dan menjemput Rizki dari sekolah. Rizki masih sekolah di TK. Sekolahnya tidak jauh dari rumah. Hanya 20 menit dengan angkot.
Kira-kira pukul 8.30 malam, Arief baru kembali ke rumah. Rizki masih belum tidur.
“Rizki sudah makan?”.
“Sudah”
“Tadi belajar apa?”
Rizki tidak mau tidur kalau belum ketemu dengan ayahnya. Pernah sekali waktu, Arief pulang pukul 10 malam, Rizki belum tidur. Sambutan Rizki membuat Arief cukup senang. Pulang kerja adalah kesempatan Arief untuk main bersama anaknya. Walau hanya sebentar. Itu sudah cukup bagi mereka berdua.
Sudah dua tahun ini Arief mencoba mencari pekerjaan yang baru. Yang lebih baik dan lebih dekat. Sudah banyak lamaran yang dikirim dan sudah banyak pula panggilan yang dilalui, tetapi nasib baik masih belum berpihak dengannya. Tidak ada pilihan. Arief mesti tetap menjalani pekerjaan yang sekarang. Dan Insya Allah adalah kata yang sering dia ucapkan, kalau Rizki meminta sesuatu. Tidak ada yang berubah dan setiap pagi buta Arief hanya bisa berpamitan dengan Rizki dalam hati,” Ayah, pergi dulu“.
Tempat kerja Arief di Kota Deltamas, Cikarang sementara rumahnya di Cirendeu. 120 km kalau dihitung bolak balik. Itu jarak yang dia tempuh setiap hari dengan bus. Dari satu bus ke bus yang lain. Cukup melelahkan. Tapi Arief menjalankannya dengan ikhlas.
"Kalau gue pikirin, ntar jadi beban.”
“Kenapa tidak tinggal di Cikarang saja, biar dekat dengan tempat kerja?"
"Rumah gue mau dikemanain?,
“Ya, udahlah. Mau gimana lagi”.
Rutinitas ini sudah dijalaninya selama 5 tahun. Sebelumnya dia pernah bekerja di groupnya Lippo Karawaci. Dia bekerja sebagai arsitek landscape yang bertanggung jawab terhadap desain taman dan perkembangan pohon-pohon yang ditanam. Penampilannya sederhana dengan tas kecil yang melintang di badannya. Dan kadang-kadang di sela jarinya menempel rokok marlboro. Badannya tinggi dan kurus. Umurnya baru 39 tahun tetapi rambut bagian depan sudah banyak yang rontok. Sekalian saja dia mencukur habis rambutnya. Kepalanya terlihat mengkilat. “Silau”, begitu orang selalu menggodanya. Perawakannya jauh dari seorang arsitek landscape. Tidak banyak yang menyangka kalau dia penyayang tanaman. Taman indah yang ada di Kota Deltamas didesain olehnya. Tapi ironisnya, tamannya rumahnya sendiri hanya ditanami rumput gajah dan satu pohon angsana.
Dia cukup beruntung karena Rita, sang istri, bersedia bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ada perasan tenang ketika meninggalkan rumah ketika melihat isterinya menemani si kecil. Rita mengurus rumah tangga tanpa pembantu termasuk mengantar dan menjemput Rizki dari sekolah. Rizki masih sekolah di TK. Sekolahnya tidak jauh dari rumah. Hanya 20 menit dengan angkot.
Kira-kira pukul 8.30 malam, Arief baru kembali ke rumah. Rizki masih belum tidur.
“Rizki sudah makan?”.
“Sudah”
“Tadi belajar apa?”
Rizki tidak mau tidur kalau belum ketemu dengan ayahnya. Pernah sekali waktu, Arief pulang pukul 10 malam, Rizki belum tidur. Sambutan Rizki membuat Arief cukup senang. Pulang kerja adalah kesempatan Arief untuk main bersama anaknya. Walau hanya sebentar. Itu sudah cukup bagi mereka berdua.
Sudah dua tahun ini Arief mencoba mencari pekerjaan yang baru. Yang lebih baik dan lebih dekat. Sudah banyak lamaran yang dikirim dan sudah banyak pula panggilan yang dilalui, tetapi nasib baik masih belum berpihak dengannya. Tidak ada pilihan. Arief mesti tetap menjalani pekerjaan yang sekarang. Dan Insya Allah adalah kata yang sering dia ucapkan, kalau Rizki meminta sesuatu. Tidak ada yang berubah dan setiap pagi buta Arief hanya bisa berpamitan dengan Rizki dalam hati,” Ayah, pergi dulu“.
Thursday, May 20, 2010
DESAIN FINAL
Friday, May 7, 2010
D E B U
‘Tolong pel lantai kalau sudah selesai makan’, begitu kira-kira suruh isteri saya ketika saya baru akan makan malam. Saya baru saja pulang kantor. Mendengar suruhan itu rasanya sudah lemas. Rasa capek selama perjalanan pulang belum hilang, ditambah lagi capek yang lain. Tetapi saya tidak bisa bilang tidak, karena memang sudah seminggu ini kami ditinggalkan pembantu. Dia pulang kampung dengan alasan ibunya sakit. Begitu alasannya dan alasan itu sudah sering kami dengar kalau ada pembantu yang ingin pulang kampung. Dan biasanya mereka pulang kampung di awal-awal bulan setelah gajian.
Selesai makan dan cuci piring, saya mengambil kain pel dan pewangi lantai. Wangi lavender cukup membuat saya segar sesaat. Saya tidak menyangka lavender itu sewangi ini. Tahunya hanya wangi jeruk atau apel saja.
Secara kasat mata lantai rumah kami terlihat bersih. Kami tahunya kotor kalau melihat telapak kaki, benar-benar hitam. Sambil bekerja saya sempat berpikir bagaimana mengurangi debu-debu yang masuk ke dalam rumah. Saya mulai berandai-andai. Seandainya rumah kami tidak menghadap dan tidak banyak bukaan ke jalan utama secara langsung mungkin sedikit akan mengurangi masuknya debu.
Tampak depan bangunan hanya tembok dinding dengan sedikit bukaan. Bagian samping bangunan tidak menempel langsung ke tetangga, tapi ada ruang. Pintu masuk juga berada di samping. Kalau ke arah depan bukaannya minimal, maka bagian samping bangunan bukaannya maksimal.
Tamanan juga dapat difungsikan sebagai filter untuk menyaring debu. Kayaknya menyenangkan juga kalau rumah kita berada di balik ke rimbunan pepohonan. Saya pernah lihat rumah yang bagian depanya di pasang paranet. Paranet adalah jarring-jaring yang digunakan untuk menyaring sinar matahari yang masuk. Paranet ini dapat diganti dengan kawat halus yang ditanami tanaman merayap. Kelihatannya cukup menarik. Yang terlihat hanya hijau.
Saya sudah hampir selesai pel lantai dan isteri saya juga sudah selsai mencuci pakaian. Akhirnya selesai juga pekerjaan hari ini walau tidak sempurna….
Selesai makan dan cuci piring, saya mengambil kain pel dan pewangi lantai. Wangi lavender cukup membuat saya segar sesaat. Saya tidak menyangka lavender itu sewangi ini. Tahunya hanya wangi jeruk atau apel saja.
Secara kasat mata lantai rumah kami terlihat bersih. Kami tahunya kotor kalau melihat telapak kaki, benar-benar hitam. Sambil bekerja saya sempat berpikir bagaimana mengurangi debu-debu yang masuk ke dalam rumah. Saya mulai berandai-andai. Seandainya rumah kami tidak menghadap dan tidak banyak bukaan ke jalan utama secara langsung mungkin sedikit akan mengurangi masuknya debu.
Tampak depan bangunan hanya tembok dinding dengan sedikit bukaan. Bagian samping bangunan tidak menempel langsung ke tetangga, tapi ada ruang. Pintu masuk juga berada di samping. Kalau ke arah depan bukaannya minimal, maka bagian samping bangunan bukaannya maksimal.
Tamanan juga dapat difungsikan sebagai filter untuk menyaring debu. Kayaknya menyenangkan juga kalau rumah kita berada di balik ke rimbunan pepohonan. Saya pernah lihat rumah yang bagian depanya di pasang paranet. Paranet adalah jarring-jaring yang digunakan untuk menyaring sinar matahari yang masuk. Paranet ini dapat diganti dengan kawat halus yang ditanami tanaman merayap. Kelihatannya cukup menarik. Yang terlihat hanya hijau.
Saya sudah hampir selesai pel lantai dan isteri saya juga sudah selsai mencuci pakaian. Akhirnya selesai juga pekerjaan hari ini walau tidak sempurna….
Tuesday, May 4, 2010
ECO PARK, BANGKA BELITUNG
Propinsi Bangka Belitung berencana ingin membangun eco park di daerahnya. Daerah yang dipilih adalah bekas tambang batu bara dan berdekatan dengan laut. Saat sekarang tanah tersebut terlihat agak tandus, hanya tanaman tertentu yang dapat tumbuh di sana. Ide pemerintah daerah ini perlu diacungkan jempol. Ada keberanian dari pemerintah setempat untuk mengubah image lokasi yang tandus menjadi daerah yang hijau. Walau ini susah, tetapi satu langkah ke depan sudah dilakukan.
Saya berkesempatan mengikuti sayembara tersebut walau belum menang. Tapi setidaknya saya sudah mengenal agak dekat tentang propinsi tersebut.
Saya berkesempatan mengikuti sayembara tersebut walau belum menang. Tapi setidaknya saya sudah mengenal agak dekat tentang propinsi tersebut.
Monday, May 3, 2010
BUDAYA MAKAN
Budaya makan sudah menjadi hal yang wajib bagi orang Indonesia kalau sudah saling bertemu. Rasanya kurang ‘sreg’ kalau lidah tidak dibasahi atau mulut belum mengunyah. Perhatikan saja restoran-restaran di mal-mal selalu ramai dikunjungi orang. Tidak saja pada jam-jam makan, tetapi di luar jam makan pun tetap ramai dikunjungi. Masih tidak kenyang-kenyangkah kita?
Tampaknya budaya makan sudah menjadi darah daging dalam kehidupan kita, terutama di setiap acara. Memang makan merupakan kebutuhan pokok kita, tetapi haruskah mulut kita terus mengunyah di setiap kesempatan?
Bukan seberapa sering kita makan yang ingin saya perbincangkan di sini, tetapi saya lebih menekankan seberapa pedulikah kita terhadap tempat dimana makanan itu dibuat. Budaya makan tidak hanya dilihat dari hasil akhirnya saja berupa makanan, tetapi lebih jauh lagi, bagaimana makanan itu diproses.
Tempat proses makanan itu kita sebut dapur. Apa yang kita makan pasti berasal dari dapur. Istilah dapur berlaku untuk semua bangunan baik dari rumah tinggal sampai bangunan tinggi. Setiap bangunan pasti ada dapurnya. Tetapi pernahkah kita memberi perhatian penuh terhadap dapur ini?
Dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu rumah tinggal, dimana biasanya kita meletakkan dapur? Pasti di bagian belakang atau di bagian yang jauh dari penglihatan tamu. Dapur hanya dekat dengan kamar tidur pembantu dan garasi. Urusan dapur adalah urusan pembantu.
Rasanya tidak enak dilihat kalau rumahnya bagus, sementara dapurnya kotor, maka untuk menampilkan dapur yang representatif, biasanya dapur dibedakan antara dapur kotor dan dapur bersih. Dapur kotor untuk pembantu sedangkan dapur bersih hanya untuk nyonya rumah. Dari namanya saja kita bisa membayangkan, kalau dapur kotor itu memang untuk kegiatan yang bisa mengotori rumah, misalnya minyak goreng yang tertumpah di lantai atau bau terasi yang tidak hilang-hilang. Sedangkan dapur bersih diperuntukkan bagi kegiatan yang jauh dari hal-hal yang bisa menyebabkan dapur tersebut menjadi kotor dan bau.
Dapur bersih dibangun dengan harga yang tinggi sementara dapur kotor sebaliknya bahkan penghawaan kemana asapnya pergi juga tidak terlalu diperhatikan. Barang-barang dan bahan makanan dibiarkan menumpuk di salah satu sisi. Peralatan masak tidak pernah diganti, lebih mementingkan fungsinya dibandingkan higenisnya. Kuali anti lengket yang sudah terkelupas lapisannya dibiarkan begitu saja dan masih tetap pakai.
Sedangkan di dapur bersih tersusun rapi koleksi makan dari keramik dan peralatan makan yang masih kinclong. Tetapi sayangnya peralatan ini jarang digunakan karena nyonya rumah bekerja di kantor dari pagi sampai malam. Dapur bersih seringkali hanya digunakan untuk sarapan saja. Kalau hanya untuk menyiapkan sarapan atau hanya sekedar memanaskan makanan di macrowave, peralatan yang ada di dapur bersih terkesan sangat berlebihan. Sedangkan makanan yang kita makan sepanjang hari disiapkan oleh pembantu dengan peralatan ala kadarnya. Bahkan di akhir pekan biasanya nyonya rumah memasak juga di dapur kotor. Jadi kapan dipakainya dapur bersih?
Sangat ironis. Dapur yang dibangun dengan harga yang tinggi tidak dimanfaatkna secara optimal sedangkan dapur yang dibuat ala kadarnya justru dimanfaatkan sepanjang hari.
Cerminan dapur di rumah tinggal kebanyakan juga dibawa di bangunan-bangunan publik, seperti mal. Pernah pergi ke food court? Coba lihat dimana letak dapur mereka? Pasti di belakang dinding. Kita tidak bisa melihat langsung apa yang mereka kerjakan di sana. Bagimana mana keadaan dapur mereka atau bagaimana peralatan yang mereka pergunakan. Yang kita tahu tiba-tiba pesanan kita sudah berada di atas meja. Dengan penampilan makanan yang cukup menarik, kita sudah tidak mempedulikan bagaimana makanan tersebut dibuat.
Sekali-kali cobalah menengok ke arah dapur mereka kalau ada kesempatan. Ada yang bersih dan ada juga yang amit-amit. Memang ada yang bilang, mending tidak perlu lihat dapur mereka daripada makanannya tidak tertelan.
Gambaran yang lebih konkret lagi, pernah lihat abang tukang nasi goreng kali lima khan? Setelah mengembalikan duit orang, tanpa cuci tangan terlebih dahulu, si abang langsung memotong bawang dan memasukan daging ke dalam pesanan kita. Bisakah kita protes? Karena sudah menjadi hal yang biasa, kita pun sudah ‘kebal’. Tinggal kuat atau tidak kuatnya lagi daya tahan tubuh kita. Bagi yang kuat tidak terlalu menjadi masalah, bagi yang lemah, esok harinya paling buang-buang air. Setelah itu diulangi lagi...Memang itu budaya makan kita. Kita hanya lihat hasil akhirnya saja tanpa memperdulikan prosesnya bagaimana.
Berbeda dengan orang Jepang. Coba masuk ke restaurant Jepang. Dimana mereka memasak? Mereka menyiapkan makanan kita tepat di hadapan kita dan ada juga yang mempunyai dapur tersendiri tetapi dindingnya terbuat dari kaca sehingga kita tetap bisa melihat apa yang mereka lakukan di sana. Dapur mereka selalu berih, karena dapur juga menjadi bagian yang menarik dari restaurant itu. Sangat menarik melihat seorang koki dengan tangan trampil membuat sushi. Dari hal ini saja, kadang selera makan kita bisa muncul. Siapa yang tidak tergiur melihat ikan salmon yang masih segar dicampur dengan alpokat?
Dalam mendesain rumah tinggal, beranikah kita menempatkan dapur, tidak dibedakan antara dapur kotor dengan dapur bersih- di bagian depan rumah dan berdekatan dengan pintu masuk? Begitu masuk langsung ketemu dapur. Dan dapur tersebut berhubungan langsung dengan ruang makan. Baru dibelakangnya ada runag keluarga.
Ini bukan cerita bohong, saya pernah melihat rumah tinggal yang dapurnya ditempatkan paling depan. Jadi tamu yang berkunjung dipersilahkan duduk di dapur. Dapurnya didesain sedemikian rupa seolah-olah tamunya duduk seperti di bar. Sambil mengobral meraka bisa langsung makan dan minum. Fungsi ruang tamu sudah digantikan dengan dapur. Karena dapurnya di depan, maka mau tidak mau kebersihan dapur tetap terjaga. Tetapi ada yang menganggap ‘tabu’ menempatkan dapur di bagian depan. Itu bisa dimengerti kalau dapurnya kotor dan ditempatkan di depan lagi. ‘Nggak tahu diri , kata orang’.
Kebanyakan rumah-rumah di Eropa posisi dapurnya ditempatkan di bagian paling depan. Mereka tidak memisahkan lagi antara dapur bersih dengan dapur kotor. Semua dilakukan di satu tempat. Dapur juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga. Setelah selesai makan mereka masih tetap melanjutkan pembicaraan di dapur. Di belakang dapur baru ditempatkan rang keluarga.
Sebenarnya hal itu juga dapat menjadi masukan bagi kita. Kita tidak perlu takut meletakkan dapur di bagian depan, toh acara makan-makan sudah merupakan bagian dari kehidupan kita. Bukankah kalau dapurnya bersih, selera makan juga semakin bertambah?
Tampaknya budaya makan sudah menjadi darah daging dalam kehidupan kita, terutama di setiap acara. Memang makan merupakan kebutuhan pokok kita, tetapi haruskah mulut kita terus mengunyah di setiap kesempatan?
Bukan seberapa sering kita makan yang ingin saya perbincangkan di sini, tetapi saya lebih menekankan seberapa pedulikah kita terhadap tempat dimana makanan itu dibuat. Budaya makan tidak hanya dilihat dari hasil akhirnya saja berupa makanan, tetapi lebih jauh lagi, bagaimana makanan itu diproses.
Tempat proses makanan itu kita sebut dapur. Apa yang kita makan pasti berasal dari dapur. Istilah dapur berlaku untuk semua bangunan baik dari rumah tinggal sampai bangunan tinggi. Setiap bangunan pasti ada dapurnya. Tetapi pernahkah kita memberi perhatian penuh terhadap dapur ini?
Dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu rumah tinggal, dimana biasanya kita meletakkan dapur? Pasti di bagian belakang atau di bagian yang jauh dari penglihatan tamu. Dapur hanya dekat dengan kamar tidur pembantu dan garasi. Urusan dapur adalah urusan pembantu.
Rasanya tidak enak dilihat kalau rumahnya bagus, sementara dapurnya kotor, maka untuk menampilkan dapur yang representatif, biasanya dapur dibedakan antara dapur kotor dan dapur bersih. Dapur kotor untuk pembantu sedangkan dapur bersih hanya untuk nyonya rumah. Dari namanya saja kita bisa membayangkan, kalau dapur kotor itu memang untuk kegiatan yang bisa mengotori rumah, misalnya minyak goreng yang tertumpah di lantai atau bau terasi yang tidak hilang-hilang. Sedangkan dapur bersih diperuntukkan bagi kegiatan yang jauh dari hal-hal yang bisa menyebabkan dapur tersebut menjadi kotor dan bau.
Dapur bersih dibangun dengan harga yang tinggi sementara dapur kotor sebaliknya bahkan penghawaan kemana asapnya pergi juga tidak terlalu diperhatikan. Barang-barang dan bahan makanan dibiarkan menumpuk di salah satu sisi. Peralatan masak tidak pernah diganti, lebih mementingkan fungsinya dibandingkan higenisnya. Kuali anti lengket yang sudah terkelupas lapisannya dibiarkan begitu saja dan masih tetap pakai.
Sedangkan di dapur bersih tersusun rapi koleksi makan dari keramik dan peralatan makan yang masih kinclong. Tetapi sayangnya peralatan ini jarang digunakan karena nyonya rumah bekerja di kantor dari pagi sampai malam. Dapur bersih seringkali hanya digunakan untuk sarapan saja. Kalau hanya untuk menyiapkan sarapan atau hanya sekedar memanaskan makanan di macrowave, peralatan yang ada di dapur bersih terkesan sangat berlebihan. Sedangkan makanan yang kita makan sepanjang hari disiapkan oleh pembantu dengan peralatan ala kadarnya. Bahkan di akhir pekan biasanya nyonya rumah memasak juga di dapur kotor. Jadi kapan dipakainya dapur bersih?
Sangat ironis. Dapur yang dibangun dengan harga yang tinggi tidak dimanfaatkna secara optimal sedangkan dapur yang dibuat ala kadarnya justru dimanfaatkan sepanjang hari.
Cerminan dapur di rumah tinggal kebanyakan juga dibawa di bangunan-bangunan publik, seperti mal. Pernah pergi ke food court? Coba lihat dimana letak dapur mereka? Pasti di belakang dinding. Kita tidak bisa melihat langsung apa yang mereka kerjakan di sana. Bagimana mana keadaan dapur mereka atau bagaimana peralatan yang mereka pergunakan. Yang kita tahu tiba-tiba pesanan kita sudah berada di atas meja. Dengan penampilan makanan yang cukup menarik, kita sudah tidak mempedulikan bagaimana makanan tersebut dibuat.
Sekali-kali cobalah menengok ke arah dapur mereka kalau ada kesempatan. Ada yang bersih dan ada juga yang amit-amit. Memang ada yang bilang, mending tidak perlu lihat dapur mereka daripada makanannya tidak tertelan.
Gambaran yang lebih konkret lagi, pernah lihat abang tukang nasi goreng kali lima khan? Setelah mengembalikan duit orang, tanpa cuci tangan terlebih dahulu, si abang langsung memotong bawang dan memasukan daging ke dalam pesanan kita. Bisakah kita protes? Karena sudah menjadi hal yang biasa, kita pun sudah ‘kebal’. Tinggal kuat atau tidak kuatnya lagi daya tahan tubuh kita. Bagi yang kuat tidak terlalu menjadi masalah, bagi yang lemah, esok harinya paling buang-buang air. Setelah itu diulangi lagi...Memang itu budaya makan kita. Kita hanya lihat hasil akhirnya saja tanpa memperdulikan prosesnya bagaimana.
Berbeda dengan orang Jepang. Coba masuk ke restaurant Jepang. Dimana mereka memasak? Mereka menyiapkan makanan kita tepat di hadapan kita dan ada juga yang mempunyai dapur tersendiri tetapi dindingnya terbuat dari kaca sehingga kita tetap bisa melihat apa yang mereka lakukan di sana. Dapur mereka selalu berih, karena dapur juga menjadi bagian yang menarik dari restaurant itu. Sangat menarik melihat seorang koki dengan tangan trampil membuat sushi. Dari hal ini saja, kadang selera makan kita bisa muncul. Siapa yang tidak tergiur melihat ikan salmon yang masih segar dicampur dengan alpokat?
Dalam mendesain rumah tinggal, beranikah kita menempatkan dapur, tidak dibedakan antara dapur kotor dengan dapur bersih- di bagian depan rumah dan berdekatan dengan pintu masuk? Begitu masuk langsung ketemu dapur. Dan dapur tersebut berhubungan langsung dengan ruang makan. Baru dibelakangnya ada runag keluarga.
Ini bukan cerita bohong, saya pernah melihat rumah tinggal yang dapurnya ditempatkan paling depan. Jadi tamu yang berkunjung dipersilahkan duduk di dapur. Dapurnya didesain sedemikian rupa seolah-olah tamunya duduk seperti di bar. Sambil mengobral meraka bisa langsung makan dan minum. Fungsi ruang tamu sudah digantikan dengan dapur. Karena dapurnya di depan, maka mau tidak mau kebersihan dapur tetap terjaga. Tetapi ada yang menganggap ‘tabu’ menempatkan dapur di bagian depan. Itu bisa dimengerti kalau dapurnya kotor dan ditempatkan di depan lagi. ‘Nggak tahu diri , kata orang’.
Kebanyakan rumah-rumah di Eropa posisi dapurnya ditempatkan di bagian paling depan. Mereka tidak memisahkan lagi antara dapur bersih dengan dapur kotor. Semua dilakukan di satu tempat. Dapur juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga. Setelah selesai makan mereka masih tetap melanjutkan pembicaraan di dapur. Di belakang dapur baru ditempatkan rang keluarga.
Sebenarnya hal itu juga dapat menjadi masukan bagi kita. Kita tidak perlu takut meletakkan dapur di bagian depan, toh acara makan-makan sudah merupakan bagian dari kehidupan kita. Bukankah kalau dapurnya bersih, selera makan juga semakin bertambah?
Friday, April 30, 2010
STUDI BENTUK
Ini hanya sekedar studi bentuk bangunan. Studi ini diperlukan agar si pemilik dapat melihat bentuk bangunannya secara keseluruhan setelah melewati proses desain yang lama. Dan dari pihak saya sebagai arsitek tidak perlu bekerja lebih jauh dalam 'merender' bangunan ini. Cukup menghemat waktu. Bangunan ini berada di Puri Botanical - Jakarta Barat
REVISI KITCHEN SET - ROYAL SPRING
ROYAL SPRING
Ini adalah proyek interior di perumahan Royal Spring, Pasar Minggu. Rumah di sini hanya mempunyai lebar 7 m. Interior didesain dengan gaya yang modern dengan permainan warna yang menarik. Lebih didominasi oleh warna merah. Warna merah ini memberi efek suasana hangat di dalam rumah. Seluruh ruangan full dengan AC.
BOX MODELING
Ini hanyalah sketsa-sketsa rumah tinggal yang menggutamakan fungsi ruang yang ingin dibentuk. Tampak bangunannya sangat sederhana (simple & clear). Tidak terlalu banyak permainan bidang. Tampak terbentuk secara natural, tergantung ruang apa yang ada.
Gaya rumah ini masih bersifat minimal tetapi bentuk dasarnya adalah kotak (box modeling). Ruang-ruang yang terbentuk sangat effisien dan cocok untuk kavling yang terbatas.
Warna yang digunakan juga warna-warna adalah warna yang netral (dari putih sampai ke abu-abu tua) dan sedikit warna kontras (merah marun atau biru navy) sebagai aksen bangunan kalau memang perlu.
Gaya rumah ini masih bersifat minimal tetapi bentuk dasarnya adalah kotak (box modeling). Ruang-ruang yang terbentuk sangat effisien dan cocok untuk kavling yang terbatas.
Warna yang digunakan juga warna-warna adalah warna yang netral (dari putih sampai ke abu-abu tua) dan sedikit warna kontras (merah marun atau biru navy) sebagai aksen bangunan kalau memang perlu.
Subscribe to:
Posts (Atom)